1 Korintus 14:34-35
Sistem sosial patriakhal atau patriarki, berlaku bagi jemaat Korintus. Hal itu yang membuat Paulus memberikan catatan-catatan kritis kepada umat Tuhan dalam hal berjemaat sebagai pengikut dan murid Kristus yang baik dan benar.
Patriarkhal atau Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan dominan dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Dalam lingkup domestik domain keluarga, ayah (laki-laki) memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda dalam keluarganya.
Laki-laki menjadi superior sedangkan perempuan inferior. Bahkan, perempuan jadi sub ordinatnya laki-laki. Sehingga, perempuan tidak bebas berbicara atau berprilaku. Mereka harus tunduk sepenuhnya kepada laki-laki. Hal ini memengaruhi situasi jemaat pada waktu itu.
Namun demikian, seiring dengan berkembang pesatnya penginjilan, dan semakin banyak dan bertambahnya orang percaya kepada Yesus, maka peran perempuan mulai berkembang. Bahkan, banyak di antara mereka yang terlibat dalam pelayanan, menerima karunia roh, baik bahasa roh, bernubuat maupun yang lainnya.
Sayangnya, ada di antara mereka yang kehilangan kontrol, salah memanfaatkannya dengan baik, bahkan justeru cenderung mengganggu persekutuan jemaat. Karena sudah menimbulkan banyak pertentangan. Mereka menganggap diri paling baik dan benar, bahkan merasa diri lebih baik dan lebih pantas dari yang lainnya. Akhirnya pertentangan di kalangan jemaat tak bisa dihindari lagi.
Itulah sebabnya Paulus menegaskan bahkan menegur dengan keras mereka. Sebab, Paulus tidak mau karena ulah mereka jemaat jadi kacau. Jadi, Paulus mengingatkan kembali kepada mereka tentang kedudukan mereka yang sebenarnya secara sistem sosial maupun secara budaya. Tetapi tidak dalam tendensi untuk melarang ataupun membatasi segala karunia roh termasuk dalam berbahasa roh yang mereka miliki maupun dalam hal bernubuat.
Paulus menyatakan bahwa mereka harus tahu diri siapa mereka yang sebenarnya dalam pandangan masyarakat umum, dalam sistem sosial yang berlaku di kalangan mereka.
Demikian firman Tuhan hari ini.
"Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.
Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat." (ay 35, 35)
Apa yang disampaikan oleh Paulus tentang posisi dan peran perempuan itu sejalan dengan Efesus 5:23-24: "karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.
Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu."
Apakah ini artinya Paulus anti perempuan? Bahkan apakah berarti Alkitab anti perempuan? Tentu tidak! Sama sekali tidak! Sebab pada bagian lain justeru Paulus sangat mengedepankan peran perempuan bahkan bekerjasama dengan perempuan dalam pelayanannya. Sebut saja Priskila di Roma, Eunike ibu Timotius dan banyak lagi. Demikian juga di zaman Tuhan Yesus, peranan banyak perempuan di sana, seperti Maria Magdalen, Maria Ibu Yesus, dll. Juga dalam Perjanjian Lama, al: Ester, Debora, Rut dll.
Dalam 1 Korintus 11:11-12, Paulus mengungkapkan kesetaraan peran dan posisi perempuan dan laki-laki. "Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah."
Jadi, tidak ada maksud untuk mereduksi/mengurangi peran domestik maupun peran inklusif (terbuka) dan eksklusif (tertutup). Tetapi agar ada kesatupaduan, keteraturan dan keselarasan serta ketertiban dalam jemaat. Sehingga hal itu dilakukan.
Jika menilik pelayanan gereja dalam kekinian, termasuk di GMIM, peranan perempuan cukup signifikan dan dominan. Dari sekitar 2500 pendeta di GMIM, 1.600 di antaranya adalah perempuan. Sehingga pemimpin di aras jemaat dan wilayah, didominasi oleh perempuan. Bahkan dari Pelsus, perempuan juga mengungguli laki-laki.
Hal substansial di sini adalah soal peran perempuan dalam tugas pelayanan dan pengabdiannya yang proporsional, baik dan benar, yakni sesuai firman Tuhan.
Perempuan dan laki-laki harus berkolaborasi membangun jemaat, melayani Tuhan lebih sungguh lagi. Jangan berebut jabatan pelayanan dan peran lainnya. Semuanya harus saling menopang, sehingga dari semua rangkaian pelayanan yang kolaboratif dan kooperatif antara laki-laki dan perempuan, nama Tuhan dipuji dan dimuliakan selamanya. Itulah yang harus kita lakukan sebagai keluarga dan jemaat Kristen. Jadilah demikian atas kita. Amin
Doa: Tuhan Yesus, ajarlah kami hidup saling membangun dan bekerjasama melayani Tuhan. Sehingga dari pelayanan dan cara hidup kami, nama Tuhan yang dimuliakan. Amin