2 Tawarikh 27:2
Pengalaman adalah guru yang baik. Karena itu, kita perlu belajar dari pengalaman. Bukan hanya pengalaman pribadi, tapi juga orang lain. Termasuk pengalaman orangtua dan atau keluarga sendiri.
Itulah yang mengajar dan mengingatkan raja Yotam, ketika dia dilantik menggantikan Uzia ayahnya, sebagai raja Yehuda. Apalagi dia diurapi sebagai raja di usia yang cukup muda, yakni 25 tahun. Ayahnya, Uzia menjadi raja selama 52 tahun, jadi pengalamannya sangat baik menjadi guru bagi dia dalam menjalani kepemimpinannya. Dia memilih dan memilah mana yang harus dia teladani dan mana yang harus dijauhinya.
Ketika menjadi raja, ayahnya melakukan hal yang baik dan benar di hadapan Tuhan. Maka Tuhan memberkatinya secara limpah, baik secara ekonomi maupun kekuatan politik, pemerintahan dan militernya.
Namun, berkat dan kasih karunia Allah yang luar biasa itu membuat dia lupa diri dan menjadi sombong, hingga dia jatuh dalam dosa. Bahkan dia mengambil alih tugas imam di Bait Allah, sehingga dia kena kusta dan diasingkan. Juga dia tidak melarang umat masih mempersembahkan korban di bukit-bukit pengorbanan. Ini adalah kekejian bagi Tuhan.
Maka, Yotam belajar dari pengalaman itu. Dia mau benar-benar hidup baik dan benar di hadapan Tuhan. Dia melakukan segala yang baik yang dilakukan ayahnya Uzia, dan tidak memasuki Bait Allah seperti yang dilakukan ayahnya, mengambil alih tugas imamat para imam dari keturunan Harun. Jadi, Yotam benar-benar melakukan apa yang baik dan benar, berdasarkan takut akan Tuhan dan dalam keraatan kepada-Nya.
Demikian firman Tuhan hari ini.
"Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Uzia, ayahnya, hanya ia tidak memasuki Bait TUHAN. Tetapi rakyat masih saja melakukan hal yang merusak." (ay 2)
Yotam belajar dari orangtua. Pengalaman orangtua dijadikannya pelajaran yang berharga dalam segala hal. Seperti papanya Uzia, dia melakukan hal-hal yang baik dan benar di hadapan Tuhan, kecuali mengambil alih tugas para imam.
Tapi, masih ada rakyat melakukan hal yang merusak, yang memberi persembahan di bukit-bakit pengorbanan. Hal ini tentu merusak hubungan dengan Allah. Namun, Yotam sudah bertekad, memilih dan menetapkan keputusannya untuk hidup baik dan benar di hadapan Allah, tanpa mengulangi kesalahan ayahnya.
Dia menuruti teladan ayahnya. Ayah menjadi model dan patokan hidupnya, dan memilih hidup takut akan Tuhan. Juga tidak sombong seperti ayahnya yang kemudian merasa diri bisa dan menganggap rendah perintah atau firman Tuhan.
Inilah tugas dan panggilan kita sebagai orang percaya. Kita harus belajar dari pengalaman. Kita harus meneladani hal yang baik dari seorang ayah. Tapi sebaliknya, kita hendaklah menjadi ayah atau orangtua tepadan bagi semua anak-cucu kita bahkan semua orang di sekitar kita.
Demikianlah sebagai keluarga dan jemaat Kristus di zaman now, ikutilah teladan raja Yotam. Hiduplah takut akan Tuhan, patuh setia, taat dan dengar-dengara pada-Nya. Saling mengampunilah kita seorang akan yang lain. Turutilah kehendak-Nya. Kasihilah Tuhan dan sesamamu lebih sungguh lagi. Itulah yang berkenan kepada-Nya.
Jika kita memilih hidup bersama Tuhan, melakukan hal yang baik dan benar, maka kita akan diberkati-Nya secara heran, dahsyat dan luar biasa. Amin
Doa: Tuhan Yesus, ajarlah kami selalu melakukan yang baik dan benar di hadapan-Mu dan pakailah kami jadi teladan bagi semua orang. Amin