20 Maret 2023
Bacaan Hari ini:
2 Korintus 1:8-9 “Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.”
Setiap kali Anda mengalami sesuatu yang menyakitkan, Anda punya pilihan: Anda bisa lari dari Tuhan atau Anda bisa lari ke Tuhan.
Lari dari Tuhan tidak pernah bisa saya mengerti. Bagaimana Anda akan mendapatkan kenyamanan apabila Anda lari menjauh dari Sumber kenyamanan terbesar? Saya menghabiskan lebih banyak waktu bersama Tuhan semenjak putra bungsu saya meninggal dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Bila Anda memilih untuk berlari kepada Tuhan, maka Anda dapat menggunakan rasa sakit Anda untuk mendekatkan diri kepada-Nya dalam ibadah Anda. Bagaimana caranya? Dengan mengatakan pada-Nya bagaimana perasaan Anda yang sejujur-jujurnya. Anda dapat berdebat dengan-Nya dan memberi tahu Dia bahwa Anda tidak menyukai rasa sakit Anda. Ini yang disebut ratapan. Alkitab penuh dengan orang-orang yang berseru kepada Allah dalam ratapan, termasuk sepertiga dari isi kitab Mazmur.
Bahkan, mengadu kepada Allah merupakan sebuah tindakan ibadah. Anda dapat melakukannya di semua fase kesedihan. Anda dapat mengekspresikan keterkejutan Anda. Anda dapat menumpahkan kesedihan Anda. Anda dapat menceritakan pergumulan Anda. Anda dapat berserah kepada-Nya. Anda dapat meminta Dia untuk menggunakan rasa sakit Anda untuk mendatangkan kebaikan dalam hidup Anda.
Paulus melakukan ini dalam 2 Korintus 1:8-9, katanya, “Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.”
Saya telah mendengar ribuan cerita tentang orang-orang yang mengenal Yesus melalui rasa sakit mereka, yang hidupnya diubahkan secara total dalam proses ibadah mereka menghadapi rasa sakit mereka. Saya dapat mengatakan kepada mereka, sama seperti yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 7:9, “Namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat.”
Ketika Anda mengalami luka, itu bukan waktunya untuk lari dari Allah. Sebaliknya, itu kesempatan buat Anda untuk mendekatkan diri kepada Allah, lebih yakin dan percaya kepada-Nya, lebih menyembah-Nya, dan—pada akhirnya—lebih mengenal dan lebih mengasihi-Nya.
Renungkan hal ini:
- Siapakah orang pertama yang Anda tuju ketika Anda kesakitan? Di titik manakah Anda biasanya datang kepada Allah untuk meminta pertolongan-Nya?
- Ketika Anda kesakitan, bisakah Anda beribadah, menyembah Allah dengan kekuatan Anda sendiri? Mengapa atau mengapa tidak?
- Membawa semua rasa sakit Anda— keluhan, kesedihan, atau rasa frustrasi Anda—bisa menjadi sebuah tindakan ibadah. Bagaimana perasaan Anda akan kebenaran ini?
Bacaan Alkitab Setahun :
Yosua 4-6; Lukas 1:1-20
Dalam masa-masa kedukaan, yang membuat Anda terus bertahan menjalani hari-hari yang menyakitkan itu ialah dengan menyembah Allah dan lebih dekat dengan-Nya.
(Diterjemahkan dari Daily Devotional